FGD DPRD Riau & Forum Peduli Sungai Kampar: Suara Lantang Rakyat Menuntut Solusi Banjir, Senin 5 Mei 2025

FGD DPRD Riau & Forum Peduli Sungai Kampar: Suara Lantang Rakyat Menuntut Solusi Banjir Akibat PLTA Koto Panjang

Selasa, 06 Mei 2025 - 10:56:35 WIB
Share Tweet Google +

PEKANBARU, CATATANRIAU.COM — Puluhan tokoh penting, akademisi, aktivis lingkungan, hingga perwakilan masyarakat korban banjir memadati ruang rapat DPRD Riau, Senin (5/5), dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Forum Peduli Sungai Kampar (FPSK).

Agenda utama: menyuarakan kegelisahan rakyat dan mencari solusi permanen atas banjir berulang yang menghantam Kabupaten Kampar dan Pelalawan, yang diduga kuat sebagai dampak pembukaan pintu spillway PLTA Koto Panjang.

FGD bertajuk “Pil Tuntas: Tata Kelola Air Sungai Kampar, Menuntut Keadilan dan Solusi Berkelanjutan atas Dampak Banjir PLTA Koto Panjang” ini dihadiri lebih dari 50 tokoh dari berbagai latar belakang, termasuk mantan Bupati Pelalawan HM Harris, pakar lingkungan Prof Dr  Tengku Dahril, ekonom senior Prof. Dr. Detri Karya, Dr Elviriadi, Dr Salmiati, Dr Griven, Dr T Edy Sabli hingga perwakilan Komnas PA,  Pemuda, Mahasiswa dan pihak pihak yang peduli persoalan banjir.

HM Harris menyampaikan fakta mencengangkan:
"Pada 1 Maret 2025, lima pintu spillway dibuka dengan debit air 1.534,46 m³/s—melebihi kapasitas Sungai Kampar yang rata-rata hanya 143 meter lebar. Ini bukan hanya kebijakan teknis, ini bencana buatan."

Permasalahan yang Mengemuka:
SOP pembukaan pintu air yang tidak mempertimbangkan kapasitas hilir dan tidak terkoordinasi dengan BMKG serta pemerintah daerah.

Kurangnya sistem peringatan dini dan mitigasi.
Banjir menyebabkan kerugian besar: rumah rusak, sawah dan ternak hancur, trauma sosial berkepanjangan, libur sekolah, ekonomi.

Rekomendasi FPSK:
1. Revisi SOP PLTA Koto Panjang berbasis teknologi early warning dan data ilmiah.
2. Pembangunan sistem elevasi bypass (over flow), kanal penyelamat, hingga kolam retensi untuk mencegah limpahan air langsung ke pemukiman.
3. Pembentukan Komite Bersama Pengawasan PLTA, melibatkan DPRD, akademisi, tokoh adat, LSM, dan perwakilan masyarakat terdampak.
4. RUU atau Perda Perlindungan DAS Kampar, demi menjamin keselamatan dan hak hidup warga bantaran sungai.

Gubernur Riau, dalam pernyataan yang disampaikan oleh FPSK, telah berkomitmen akan bertemu langsung dengan PLN Pusat dan Kementerian ESDM untuk menyuarakan keluhan rakyat Riau. Evaluasi terhadap manajemen PLTA akan segera dilakukan.

Suara Rakyat Menggema
Tokoh adat, pemuda, dan warga dari Muara Sako, Tratak Bulu, hingga Pulau Cinta, bersaksi langsung atas penderitaan mereka. “Kami bukan korban alam, kami korban kelalaian,” ujar salah satu warga, disambut tepuk tangan dan isak haru peserta forum.

FGD ini menjadi momentum penting yang bukan hanya menyuarakan keresahan, tetapi juga merumuskan langkah strategis dan konkret demi perlindungan Sungai Kampar yang adil dan berkelanjutan. FPSK menegaskan: “Bendungan dibangun untuk kehidupan, bukan untuk menciptakan bencana.” ****

Laporan : E Pangaribuan 



Tulis KomentarIndex
Berita TerkaitIndex