Pekanbaru, Catatanriau.com - Pemerintah Provinsi Riau kini tengah menghadapi dilema besar akibat defisit anggaran pada APBD 2025, yang disebabkan oleh terkendalanya transfer Dana Bagi Hasil (DBH) dari pusat. Kebijakan pemangkasan anggaran transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 50,59 triliun, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025, berangkat dari strategi efisiensi belanja negara yang diinstruksikan oleh Presiden melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Ketua Umum KAMMI Wilayah Riau, Febriansyah, menegaskan bahwa pemotongan ini tentu akan semakin memperburuk kondisi keuangan daerah, meskipun anggaran TKD tersebut bukan bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). "Padahal, kontribusi Riau terhadap pendapatan negara sangat besar, terutama dari sektor minyak dan gas. Negara mendapatkan 85% pendapatan dari minyak Riau dan 70% dari gas, sementara Riau hanya menerima Dana Bagi Hasil (DBH) dan Partisipasi Izin (PI) sebesar 10% dari pengelolaan Blok Rokan," ujarnya.
Febriansyah menegaskan bahwa pemerintah pusat harus segera menyelesaikan proses transfer Dana Bagi Hasil (DBH) dari pajak dan sumber daya alam Provinsi Riau. “Kita mendesak pemerintah pusat harus segera menyelesaikan proses transfer DBH dari pajak dan sumber daya alam provinsi Riau. Karena sejarah mencatat banyak hal sumbangsih provinsi Riau terhadap negara kesatuan Republik Indonesia sejak awal merdeka,” ujar Febriansyah.***
Laporan : Dwiki