Catatanriau.com | Belakangan ini, kasus Afif Maulana, remaja usia 13 tahun asal Padang, Sumatra Barat mencuat di kalangan masyarakat Indonesia. Ia ditemukan tewas di Sungai Kuranji, tepatnya di bawah jembatan yang berada di Jalan Bypass KM 9 Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Provinsi Sumatera Barat pukul 11.55 wib (9/6/2024) 2024. Jasad korban ditemukan dengan beberapa luka dan memar ditubuhnya. Terdapat beberapa hal ganjil yang dirasakan keluarga korban atas tindakan kepolisian yang seakan mencurigakan serta meresahkan dalam tindak tanduk kasus kematian Afif ini.
“Simpang siur kronologis tewasnya Afif Maulana masih menjadi tanda tanya. Berubah-ubah keterangan memicu terangnya akan kejanggalan. Kami mendesak Kapolda Sumbar beserta jajaran untuk transparan terhadap hasil penyidikan dan tidak menimbulkan pengalihan isu dalam penyelesaian kasus ini. Kami mendesak Kapolri mencopot Kapolda Sumbar jika tidak becus dalam menangani kasus ini dan mengambil alih penyelesaian kasusnya.” Ujar Muhammad Ravi selaku Presiden Mahasiswa BEM UNRI sekaligus Koordinator Wilayah Sumbagut BEM SI Rakyat Bangkit.
Kasus Afif ini seakan mengorek luka kembali atas banyaknya kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepolisian.
Ravi mewakili Aliansi BEM SI Rakyat Bangkit Wilayah Sumbagut memaparkan, berdasarkan laporan Komnas HAM dalam selang waktu 1 Januari 2020 hingga 24 Juni 2024, terdapat total 282 laporan kasus penyiksaan. Satu persen kasus penyiksaan dilaporkan dilakukan petugas lembaga permasyarakatan (lapas), gabungan TNI/Polri 5 persen, TNI 19 persen, dan Polri 75 kasus. Ini berarti polisi menjadi insitusi yang dilaporkan paling sering melakukan penyiksaan dengan 176 kasus pada periode waktu tersebut. Sementara, ada 15 kasus penyiksaan yang dilaporkan melibatkan TNI, dan 10 kasus terkait petugas lapas dan/atau rumah tahanannegara (rutan).
Lebih lanjut, pihaknya menilai kepolisian masih belum memenuhi cita-cita Reformasi.
“Berbagai peristiwa kekerasan, penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM nampak tidak pernah tuntas dan selalu berulang dilakukan oleh institusi Kepolisian” tambah Ravi.
Menindaklanjuti segala permasalahan yang terjadi, Aliansi BEM SI Rakyat Bangkit Wilayah Sumbagut melakukan pernyataa sikap melalui video yang di Posting dalam akun resmi Instagram BEM Universitas Riau selaku Koordinator Wilayah.
Adapun poin yang dituntut ialah:
1. Intoleran dan mengecam terhadap segala bentuk tindakan intimidasi, penindasan dan penyiksaan terhadap rakyat;
2. Menuntut dan mendesak Kapolda Sumbar untuk segera menyelesaikan kasus meninggalnya Afif Maulana dan membuka tabir permasalahan seterang-terangnya.
Dalam video yang diunggah tersebut, pihaknya juga menyebutkan jika Polda Sumbar tidak mampu menyelesaikan kasus Afif Maulana dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, maka Aliansi BEM SI Rakyat Bangkit Wilayah Sumbagut mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar mengambil alih penyelesaian kasus AM dan menindak tegas untuk mencopot Kapolda Sumbar secepatnya.***
Laporan : Dwiki