Hadi Surya Pratama, Badan Koordinasi PERMIKOMNAS RI, menyatakan revisi UU TNI mengancam demokrasi, supremasi sipil, serta hak asasi manusia, Selasa 18 Maret 2025
PEKANBARU, CATATANRIAU.COM –Gelombang penolakan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) semakin menguat di kalangan mahasiswa. Hadi Surya Pratama, selaku Badan Koordinasi Perhimpunan Mahasiswa Informatika dan Komputer Nasional (PERMIKOMNAS) Republik Indonesia, dengan tegas menyatakan bahwa revisi tersebut berpotensi mengancam demokrasi, supremasi sipil, serta hak asasi manusia.
Menurutnya, RUU TNI membuka peluang bagi militer untuk semakin aktif dalam ranah sipil, yang bertentangan dengan semangat reformasi 1998. “Kami melihat ada upaya untuk mengembalikan dwifungsi TNI dalam pemerintahan. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi yang telah kita perjuangkan,” tegas Hadi dalam pernyataannya.
Penolakan mahasiswa terhadap revisi UU TNI didasarkan pada beberapa poin utama:
1. Mengancam Prinsip Supremasi Sipil
Keterlibatan TNI dalam urusan sipil dapat melemahkan posisi pemerintahan yang seharusnya dikendalikan oleh otoritas sipil. Reformasi telah menetapkan bahwa militer harus fokus pada pertahanan negara, bukan mengambil alih peran yang seharusnya dijalankan oleh lembaga sipil.
2. Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan
Jika prajurit aktif diperbolehkan menduduki jabatan sipil, ada risiko dominasi militer dalam birokrasi dan pemerintahan. Hal ini bisa mengulang sejarah keterlibatan TNI dalam politik dan ekonomi yang mengancam transparansi serta akuntabilitas publik.
3. Ancaman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
Pemberian wewenang lebih luas bagi TNI dalam menangani ancaman non-militer berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan aparat penegak hukum. Ini bisa membuka celah bagi pelanggaran HAM dan penyalahgunaan kekuasaan.
4. Pelanggaran terhadap Reformasi TNI
Reformasi TNI yang sudah berjalan lebih dari dua dekade bertujuan memastikan profesionalisme militer dalam bidang pertahanan. RUU ini berisiko mengembalikan praktik lama di mana militer memiliki peran ganda dalam pemerintahan dan kehidupan sipil.
Menyikapi hal tersebut, PERMIKOMNAS menuntut:
1. DPR RI dan pemerintah segera membatalkan pembahasan revisi UU TNI karena bertentangan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
2. Menegaskan kembali komitmen reformasi sektor keamanan dengan memastikan TNI tetap profesional dan tidak terlibat dalam urusan sipil.
3. Mendorong transparansi dan partisipasi publik dalam kebijakan sektor pertahanan, sehingga setiap kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
Mahasiswa juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis untuk bersatu dalam menolak revisi UU TNI. “Kita tidak boleh diam. Demokrasi harus kita jaga bersama!” pungkas Hadi Surya Pratama.
Aksi penolakan ini diprediksi akan terus meluas, seiring dengan meningkatnya kesadaran publik akan bahaya revisi UU TNI terhadap tatanan demokrasi di Indonesia.****
Laporan : E Pangaribuan