Photo Ilustrasi

Diduga Pungli! Besok Disdikbud Siak Akan Lakukan Pemanggilan Terhadap Kepsek Dan Oknum Guru di SDN 008 Sam-sam

Rabu, 27 Maret 2024 - 11:35:28 WIB
Share Tweet Google +

Siak, Catatanriau.com | Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Siak akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada Kepala Sekolah (Kepsek) dan oknum guru atas dugaan kasus pungutan liar (pungli) uang Lembar Kerja Siswa (LKS) dan uang persembahan (kolekte) yang dilakukan setiap hari Jumat kepada seluruh siswa kelas 1 hingga kelas 6 khusus siswa beragama kristen di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 008 Sam-Sam, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Riau.

Hal ini disampaikan oleh H Rozi Chandra S.Sos selaku PLT Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Siak melalui Sekertaris Disdikbud Siak Fakhrurrozi SPd, MPd.

"Sory bang baru balas, lagi mimpin rapat.
Besok Disdikbud manggil Kepsek dan yang bersangkutan ke kantor untuk diminta keterangan," kata Fakhrurrozi SPd, MPd singkat menjawab Konfirmasi Catatanriau.com melalui aplikasi WhatsApp, Rabu (27/03/2024).

Sebelumya diketahui, pada Senin (25/03/2024) kemarin, salah seorang perwakilan wali murid di SDN 008 Sam-sam tersebut diketahui bernama Kristina Bintan bersama Wakil Ketua Umum Gerakan Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak (Gernas PPA), Rika Parlina, mereka telah membuat laporan ke Polda Riau terkait dugaan kasus pungli tersebut dengan laporan polisi no:LP/B/86/III/2024/SPKT/Polda Riau, Kristina Bintang melaporkan dugaan tindak pidana penipuan/perbuatan curang UU no 1 tahun 1946.

Yang mana dikabarkan bahwa, oknum guru tersebut telah memungut sejumlah uang untuk pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS). Dalam setahun, pungutan LKS dilaksanakan dua kali dengan jumlah Rp 20.000,-. Namun sayangnya LKS tersebut tidak pernah didapat oleh siswa SDN 008 Sam-sam.

Selain itu Gerakan Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak (Gernas PPA) juga mendesak Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Siak menonaktifkan oknum guru di SDN 008 Sam-sam tersebut yang diduga melakukan pungli di sekolah.

Tak hanya itu, Kristina juga melaporkan adanya pungli berupa uang persembahan (kolekte) yang dilakukan setiap hari Jumat ke seluruh siswa kelas 1 hingga kelas 6 khusus siswa beragama kristen.

"Iuran Kolekte sudah dilakukan sejak 2013 hingga sekarang. Alasannya untuk biaya kegiatan natal di sekolah. Namun hingga saat ini, tak pernah sekalipun dilaksanakan kegiatan natal. Alasannya uang tidak cukup," ungkap Kristina kepada Wartawan, Selasa (26/03/2024) kemarin.


“Harapan saya sebagai wali murid, saya ingin sekolah menjadi tempat ternyaman kedua bagi anak-anak. Jika sekolah pun tidak nyaman buat anak-anak kami, kemana lagi anak-anak kami akan menuntut ilmu selain di rumah. Di sekolah maunya anak kami aman,” tutur Kristina.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Gernas PPA Rika Parlina mengaku telah mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut ke pihak sekolah. Namun, Kepala sekolah mengaku pungli dilakukan oknum guru tanpa seizin pihak sekolah.

“Dari informasi yang kami dapat, Siswa non-muslim kelas 1 hingga kelas 6 setiap hari Jumat, membayar iuran kolekte. Nominalnya dari dua ribu hingga lima ribu rupiah. Setiap kelas ada satu perwakilan yang mengumpulkan iuran, kemudian diserahkan ke oknum guru,” ujar Rika.

“Kami berharap guru seperti itu bisa dinonjobkan, sehingga tidak memberatkan siswa membayar iuran yang tidak diperlukan,” harap Rika.

Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Riau Esther Yuliani Manurung yang juga ikut mendampingi Kristiani Bintang mengatakan awalnya mendapatkan laporan warga melalui media sosial, yang ingin mendapatkan hak anak yang sebenarnya.

“Jadi kita data semuanya, dan menandatangani sekolah untuk bertemu kepala sekolah dan guru agama tersebut,” ujar Esther.

Dari hasil kunjungan ke sekolah kata Esther, didapati beberapa siswa mengalami ketakutan masuk sekolah jika ada mata pelajaran oknum guru tersebut.

“Hal ini yang kami cari tau. Apakah takutnya karena dimintai iuran persembahan (kolekte,red) tadi, atau terkait cara mengajar oknum tersebut,” jelasnya.

“Kami dari LPAI ini berharap, semuanya cobalah berlaku dengan benar. Berikan hak anak sesuai kepentingan terbaik anak, apapun itu tanpa diskriminasi karena bagaimanapun hak anak dalam pendidikan itu harus nomor satu,” harapnya.***


Laporan : Idris Harahap 
Editor : Redaksi



Tulis KomentarIndex
Berita TerkaitIndex