PT Padasa Enam Utama Dilaporkan ke Bareskrim Polri, ATR/BPN, dan Kejagung Atas Dugaan Pelanggaran Berat di Riau

Jakarta, Catatanriau.com - PT Padasa Enam Utama, perusahaan perkebunan kelapa sawit, menghadapi berbagai tuduhan serius terkait pengelolaan lahan di Riau. Perusahaan ini semakin menuai sorotan publik setelah viralnya aksi damai masyarakat Desa Kabun, Kecamatan Kabun, Kabupaten Rokan Hulu, yang menuntut hak 20% dari total Hak Guna Usaha (HGU). Aksi damai yang dilakukan masyarakat ini sudah berlangsung lama, bahkan hingga 11 hari, tanpa penyelesaian yang jelas dari pihak perusahaan maupun instansi terkait.
Laporan atas PT Padasa Enam Utama telah diajukan ke Bareskrim Polri, ATR/BPN, dan Kejaksaan Agung, namun hingga kini belum mendapatkan tanggapan yang memadai dari instansi tersebut. Isu utama yang menjadi perhatian adalah dugaan pelanggaran pengelolaan lahan seluas 220 hektare yang telah direplanting tanpa penyelesaian hak masyarakat sebagaimana mestinya.
Karena tak kunjung direspons oleh instansi terkait, Taufik Singratama, kuasa Idrus Rauf atas pengelolaan lahan 220 hektare yang menjadi objek sengketa, mengambil langkah langsung dengan mengadukan persoalan ini ke kediaman Presiden di Hambalang. Dalam kunjungan tersebut, ia diterima baik oleh Dedi Afrizal, Ketua Ormas Elang 3 Hambalang. Dari pertemuan itu, Dedi Afrizal menyatakan kesiapannya untuk menyampaikan keluhan masyarakat langsung ke telinga Presiden.
Langkah tersebut berbuah hasil. Pada tanggal 22 Januari 2025, Presiden secara langsung memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini saat berpidato di hadapan para pejabat negara. Presiden secara tegas mengatensikan kepada semua instansi terkait agar mengambil langkah konkret dalam menegakkan hukum terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan terkait tanah dan hutan. “Ini menunjukkan bahwa Presiden kita sangat peduli terhadap rakyat kecil,” ujar Taufik Singratama. “Sekarang tinggal bagaimana instansi terkait dapat berbenah dan menjalankan perintah ini dengan tegas.”
Adapun dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Padasa Enam Utama mencakup:
1. Kepemilikan Kebun Mitra di Kawasan Hutan, yang melanggar Pasal 92 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (klaster Kehutanan), yang mengatur bahwa penggunaan kawasan hutan untuk keperluan lain harus melalui prosedur pelepasan kawasan atau izin pinjam pakai.
2. Pembuangan Limbah ke Sungai, melanggar Pasal 60 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Penyerobotan Lahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 385 KUHP.
4. Pengabaian Hak Masyarakat 20% dari HGU, yang melanggar Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Masyarakat yang terdampak berharap langkah Presiden ini dapat memberikan keadilan dan memastikan perusahaan bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran. Sampai saat ini, PT Padasa Enam Utama belum memberikan tanggapan resmi atas laporan maupun arahan Presiden tersebut. (Irwan Ocu Bundo).