Akibat kontaminasi limbah PT CPI, kolam Ikan Oktowarmi gagal berproduksi selama puluhan tahun lamanya, terletak di RT 1 RW 5, Kelurahan Minas Jaya, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

Akibat Proses Ganti Rugi Limbah CPI Dirasa Sangat Rumit, Oktowarmi Ajukan Tuntutan Ke-PN Siak

Sabtu, 11 April 2020 - 20:56:24 WIB
Share Tweet Google +


 

SIAK - Oktowarmi, warga Kelurahan Minas Jaya, melalui kuasa hukumnya Dedy Felandry SH.,LL.M.DKK, menggugat PT Chevron Pasific Indonesia (PT CPI) di Pengadilan Negri (PN) Siak, atas dugaan kasus pencemaran lingkungan limbah minyak mentah milik PT CPI di lahan miliknya seluas 3600 M².

 

 

Pasalnya, lahan milik Oktowarmi itu diatasnya terdapat sejumlah kolam ternak ikan, akibat kontaminasi limbah tersebut kolam miliknya itupun gagal berproduksi selama puluhan tahun lamanya, yang terletak di RT 1 RW 5, Kelurahan Minas Jaya, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

 

 

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Oktowarmi, kepada Wartawan dia mengungkapkan bahwa dalam kasus ini dirinya menuntut pihak PT CPI agar membayarkan kerugian yang selama ini dialaminya akibat kontaminasi limbah tersebut.

 

 

"Awalnya kita menuntut kerugian usaha pembibitan ikan dari tahun 2012, sebesar Rp 3 Miliar. Berharap selesai di fasilitasi oleh DLHK Riau, namun melihat tidak adanya itikad baik dari pihak CPI maka kita terpaksa menaikkan tuntutan sesuai fakta yang ada, yakni lahan itu sudah tercemar sejak tahun 1981, jadi saat ini kita tuntut ganti rugi sebesar Rp 12 Miliar." Ungkap Oktowarmi kepada Wartawan, Sabtu (11/04/2020).

 

 

 

Dijelaskan dia, tuntutan yang diberikan olehnya memang bukan berdasarkan luas tanah, akan tetapi berdasarkan kerugian hasil produksi yang hilang selama bertahun-tahun lamanya akibat kontaminasi limbah itu.

 

 

 

"Untuk perbaikan satu kolam saja pada tahun 2009 kita habis Rp 90 Juta. makanya kita tuntut seperti itu, mirisnya lagi selama ini ikan-ikan saya mati semua kalau disaat musim panas, ikan-ikan itu hanya bisa bertahan kalau musim hujan saja, masa kata CPI ganti rugi mereka berikan hanya bayar nilai kontark tanah selama pembersihan, katanya dasar hukum dari SKK-Migas, dan KJPP (Kantor Jasa Pelayanan Publik) yang dibentuk oleh depertemen keuangan. Sementara kerugian produksi kami tidak dihitung, kan tidak wajar," keluhnya.

 

 

 

Dikisahkan dia, selama ini dirinya telah berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki kolam miliknya itu, namun dikarenakan kontaminasi limbah semua upaya yang dia lakukan hanya sia-sia belaka.

 

 

 

"Itu sudah saya laporkan kepada PT CPI sejak tahun 2013 lalu, dan tidak ditanggapi, akhirnya saya buat laporan kepada Gubernur Riau, barulah ditanggapi oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau. Dalam hal ini DLHK Riau mengambil sikap sebagai fasilitator, dan memerintahkan Chevron untuk menyelesaikan area limbah yang kita maksudkan. Hanya saja PT CPI mengukur luasan lahan kita yang terdampak itu hanya seluas 1084 M², padahal luas lahan saya yang sebenarnya dan terkontaminasi oleh limbah itu seluas 3600 M²." Katanya lagi.

 

 

Lebih jauh dikisahkan dia, akibat perhitungan yang dibuat oleh DLH Riau dan PT CPI tidak sesuai dengan fakta yang dirasakannya, oleh karena itulah dia mengajukan kasus ini ke Pengadilan Negri Siak, guna membuktikan luasan lahan miliknya yang tercemari oleh limbah milik PT CPI.

 

 

Selain itu lanjutnya, dia pun telah menurunkan tim laboratorium dari Jakarta, untuk membuktikan pernyataannya itu, "saya ambil tiga titik, hulu, hilir dan tengah, dari hasil pengecekan pihak laboratorium menyatakan bahwa terbukti di lokasi itu adalah aliran rekam jejak bahwa seluruh lahan saya itu daerah terkontaminasi. Setelah hal ini terbukti, lalu saya minta pengacara saya untuk langsung ke Pengadilan untuk menuntut hak saya itu," katanya.

 

 

"Kami menutut ini, dikarenakan kami semua adalah petani, bukan pekerja atau anak buah Chevron, oleh karenanya saya meminta kepada pihak Chevron tolong perlakukan saya seadil-adilnya, bayarlah kerugian selama ini, sebab saya ingin usaha kolam ikan saya itu berjalan kembali sebagai mana mestinya." Imbuhnya.

 

 

Dalam hal ini, dia juga meminta kepada seluruh masyarakat yang senasib dengan dia, untuk membuka mata, bahwa kata dia, hidup ini bukan dibawah ataupun perintah Chevron semuanya. "Jadi semenjak tahun 2013 lalu kolam ikan saya sudah tidak saya fungsikan lagi, karena saya sudah capek menunggu keputusan dari Chevron, dan menunggu putusan Pengadilan," urainya.

 

 

 

 

"Jadi disini kita menuntut pertanggungjawaban PT Chevron terhadap kontaminasi limbahnya dilahan kami sejak tahun 1981 hingga saat ini, tolong bayarkan kompensasi seluruh masyarakat yang ada di gang sederhana itu sesuai dengan akal sehat." Pungkasnya.(*)




Tulis KomentarIndex
Berita TerkaitIndex