Konflik Warga Kristen Dilarang Bangun Rumah di Desa Keritang Berujung Mediasi

Rabu, 06 November 2024 - 20:37:02 WIB
Share Tweet Google +

Inhil, Catatanriau.com | Ketegangan antar umat beragama kembali mencuat di Desa Keritang, Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Pungu Paulinus Sihombing (46), seorang warga Kristen, menghadapi kesulitan untuk membangun rumah di atas tanah miliknya seluas 70.000 meter persegi.

Hal ini disebabkan oleh penolakan keras dari sebagian warga sekitar yang mayoritas beragama Islam. Pungu mengungkapkan bahwa dirinya telah mendapat intimidasi dan diskriminasi.

“Mereka tidak ingin saya membangun rumah disini hanya karena saya berbeda agama,” ujarnya.

Alasan utama penolakan ini, menurut Pungu, adalah sebuah perjanjian lama yang dibuat beberapa tahun lalu yang melarang pembangunan rumah bagi non-Muslim di wilayah tersebut.

Baca Juga : Warga Kristen di Inhil Dilarang Bangun Rumah di Lahan Sendiri, Diduga Akibat Diskriminasi Agama

Untuk meredakan ketegangan, Pemerintah Desa Keritang, pada Rabu (06/11/2024) melakukan mediasi yang dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat setempat, Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan kedua belah pihak yang berkonflik.

Iwan (60), seorang tokoh masyarakat setempat, mengakui adanya perjanjian lama tersebut namun menekankan bahwa pelarangan membangun rumah secara total adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.

“Kami hanya ingin mengikuti perjanjian yang ada, tapi bukan berarti kami harus menghalangi orang lain untuk membangun rumah,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Desa Keritang, Surodi, mengakui bahwa sebagian poin dalam perjanjian lama tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Ia memberikan izin kepada Pungu untuk melanjutkan pembangunan rumahnya, namun dengan beberapa syarat.

“Beliau boleh membangun rumah, tapi tidak boleh mendirikan warung tuak atau memelihara babi di dekat pemukiman warga,” jelas Surodi.

Selain menghadapi penolakan dari warga, Pungu juga mengalami kendala dalam mengurus surat tanahnya. Para tetangga yang berbatasan langsung dengan tanah miliknya enggan menandatangani dokumen tersebut.

“Mereka tidak mau menandatangani karena saya seorang Kristen,” ungkap Pungu dengan nada sedih.

Aparat keamanan baik itu Babinkamtibmas dan Babinsa yang hadir dalam mediasi tersebut menegaskan bahwa mereka akan berusaha untuk menciptakan suasana yang kondusif dan memberikan perlindungan kepada Pungu.

“Perjanjian lama bisa direvisi. Yang terpenting adalah kita semua bisa hidup berdampingan secara damai,” ujar Babinkamtibmas Polsek Kemuning, Aiptu Mahmud Nasution.

Kasus ini mengungkap adanya tantangan dalam mewujudkan toleransi antar umat beragama di Indonesia. Perjanjian-perjanjian lama yang diskriminatif seringkali menjadi akar permasalahan. Pemerintah Daerah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menghapus segala bentuk diskriminasi dan membangun masyarakat yang inklusif.

Adapun isi dari perjanjian lama yang dipermasalahkan masyarakat sekitar antara lain adalah :

• Tidak membuat perumahan Kristen.
• Tidak mendirikan gereja.
• Tidak memelihara babi dan anjing
• Tidak mendirikan pakter tuak.

Surat ini dibuat dan disepakati warga sekitar dengan orang lain pada tahun 2018 silam.

Senada dengan Kades Surodi, Babinsa Koramil 09/Kemuning, Sertu Rizal Nasution, ia juga  menyarankan agar Pungu P Sihombing tetap melanjutkan pendirian rumah miliknya yang sempat terkendala, akan tetapi dengan catatan mengikuti ketentuan poin yang nantinya akan disepakati bersama.

"Kalau pak Pungu mengikuti apa yang disepakati, saya sebagai Babinsa akan berani pasang badan apabila ada yang melarang untuk mendirikan rumah," kata Sertu Rizal Nasution.

Diakhir, Kades Surodi, menyampaikan bahwa nantinya pihaknya akan kembali menyusun konsep perjanjian baru, yang telah disepakati bersama dalam mediasi itu, yang mana salah satu poin utamanya adalah larangan membuka usaha warung tuak.

"Jadi nanti kami susun lagi konsepnya, surat tanah pak Pungu silahkan diselesaikan dulu, silahkan ajukan ulang pembuatannya kepada kami, jika tetangga lahan bapak tidak mau tandatangan, itu tidak masalah, yang terpenting RT, Kadus dan Kades sudah tandatangan, itu sudah dianggap sah. Setelah itu, baru nanti akan kita buat kembali perjanjiannya. Jadi, kita selesaikan dulu surat tanahnya beriringan lah dengan surat kesepakatan bersama. Oleh karena itu, saya minta pak Pungu agar tetap melanjutkan pembangunan rumah diatas lahannya sendiri. Sebab, yang dibangun juga hanya sebuah rumah kontrakan yang nantinya juga akan ditempati oleh orang Islam," tukasnya.***

Laporan: Sunggul A Pasaribu 



Tulis KomentarIndex
Berita TerkaitIndex