'Harga Sebuah Hutan' Oleh : Ratih Yunita Lulu.S

Rabu, 01 Februari 2023 - 17:25:40 WIB
Share Tweet Google +

Pendahuluan

Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan). Hutan juga merupakan salah satu tempat tersimpan kekayaan sumber daya alam yang merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Oleh karena itu hutan mempunyai sejuta manfaat bagi kehidupan manusia.

Luas kawasan hutan Indonesia tahun 2022 mencapai 125,76 juta hektare (ha). Angka tersebut setara dengan 62,97% dari luas daratan Indonesia yang sebesar 191,36 juta ha. Isu yang menjadi permasalah hutan saat ini yaitu kerusakan hutan, yang masih terjadi sampai dengan saat ini.  Kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradasi hutan ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi.

Studi CIFOR (International Forestry Research) menelaah tentang penyebab perubahan tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah, perambahan hutan, transmigrasi, pertambangan, perkebunan, hutan tanaman, pembalakan dan industri perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum.

Lalu adakah ketetapan atau aturan yang diberlakukan mengenai Penggunaan Kawasan Hutan? Tentu saja jawabannya Ada. Ketetapan yang dibuat dalam Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk Penggunaan Kawasan Hutan, Nomor 2 Tahun 2008, dianggap terlampau murah. Pemerintah memutuskan harga hutan dengan mengizinkan pembukaan kawasan hutan untuk kegiatan tambang, energi, infrastruktur telekomunikasi, dan jalan tol dengan tarif hanya Rp 1,2-2,4 juta per hectare. Tentu saja harga ini terlalu murah jika dibuat per meter, yaitu hanya Rp 102 dan Rp 240 per tahun, lebih murah dari harga pisang goreng yang sekarang berkisar Rp. 5.000 dapat 3 buah pisang goreng. Bandingkan pula murahnya harga 1 hektare lahan hutan, sama dengan harga 1 meter persegi tanah di kawasan menengah di Jakarta atau di Kota-kota besar lainnya. Andaikan lahan itu di Jakarta, walaupun di bawahnya tidak ada lahan tambang, satu hektarenya akan berharga Rp 1,2 miliar hingga Rp 2,4 miliar. Lalu, berapa harga yang pantas untuk nilai hutan sehingga diperoleh angka yang tepat dan bertanggung jawab?

 

Pembahasan

Dalam kondisi seperti sekarang, ketika semua orang sudah pandai berhitung, dengan kepentingan yang berbeda, harga ini akan sangat bervariasi karena perbedaan persepsi. Selama ini para pengambil kebijakan di bidang kehutanan, misalnya, hanya menghitung hasil hutan melalui rente ekonomi kayu. Hal ini karena ekonomi pasar tidak menghargai ranah publik yang lain, seperti nilai air sungai yang mengalir, fungsi hutan sebagai regulasi iklim, penyedia tanaman obat-obatan, dan sumber stok genetik, serta nilai-nilai yang tidak tampak lainnya. Karena itu, selama tidak ada nilai jual yang konkret yang menghasilkan pemasukan dan pendapatan negara, perhitungannya pun akan diabaikan. Di lain pihak, akibat hilangnya fungsi-fungsi tersebut, masyarakat mulai sadar, sebesar apa pun pendapatan yang diperoleh pemerintah, ketika terjadi bencana lingkungan, harga tersebut ternyata tidak mampu membawa penawar dan mengembalikan kehidupan mereka. Belum lagi biaya eksternalitas yang harus ditanggung oleh penduduk akibat limbah industri dan pertambangan yang mengakibatkan penurunan jasa ekosistem baik secara lokal maupun global.

 Menyadari kesenjangan itu, para ahli lingkungan melakukan pendekatan penghitungan nilai ekonomi (valuasi ekonomi) terhadap hutan alam dan ekosistem alami yang ditinjau dari berbagai aspek. Secara teoretis, Indrawan dkk (2007) menghitung nilai ekonomi sumber daya dengan berbagai masukan. Pertama, manfaat secara langsung, yaitu manfaat yang diperoleh dari nilai-nilai ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan, misalnya perolehan ikan, daging, kayu bakar, bahan bangunan, tumbuhan obat, dan rumput serta tumbuhan yang dapat dimakan oleh ternak. Kedua manfaat secara  tidak langsung. Misalnya kontrol banjir, kesuburan tanah, penyerap karbon atau regulasi iklim, air minum, rekreasi, dan wisata alam. Ketiga, perhitungan juga dilakukan untuk manfaat masa depan, yaitu sebagai sumber obat, sumber daya genetik, wawasan biologi, dan suplai air. Dan keempat, manfaat kehidupan, misalnya perlindungan keanekaragaman hayati, memelihara budaya penduduk lokal, melanjutkan proses evolusi, serta ekologi.

Berdasarkan penilaian ini, setiap daerah dan kawasan tentu akan berbeda-beda. Apabila peraturan ini dilakukan secara nasional, ketentuan lain hendaknya memberikan keleluasaan kepada aturan di bawahnya berupa peraturan daerah dan peraturan menteri secara lebih terperinci dengan melihat berbagai pertimbangan ekologis yang turut dihitung. Hendaknya kita belajar, ketika harga tersebut dihadapkan pada persoalan lingkungan yang tengah melanda kita, seperti tanah longsor, banjir, kehilangan fungsi hutan sebagai regulasi ekosistem, bahkan dari peristiwa kabut asap  di Provinsi Riau yang terjadi hampir setahun lamanya, harga yang diterima pasti tidak sebanding. Karena itu, wajarlah jika ada penolakan dari beberapa pemerintah daerah dalam penetapan harga tersebut. Sebab, pemda mulai sadar, masyarakat di daerahlah yang menjadi korban akibat kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat.

Sebagai mahasiswa yang juga adalah Warga Negara Indonesia, peran yang dapat dilakukan antara lain seperti mengedukasi. Sebagai orang terpelajar, mahasiswa diharapkan dapat mengedukasi masyarakat indonesia tentang pentingnya menjaga hutan. Metode yang digunakan untuk mengedukasi pun dapat berupa langsung dari mulut ke mulut, dapat berupa media yang terdiri atas internet, surat, televisi, dan lain lain. Materi yang dibawakan untuk mengedukasi juga harus menarik, membekas, dan mudah dipahami oleh semua kalangan.

 

Kesimpulan

 

Adapun manfaat hutan yaitu : Pertama, manfaat secara langsung, yaitu manfaat yang diperoleh dari nilai-nilai ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan, misalnya perolehan ikan, daging, kayu bakar, bahan bangunan, tumbuhan obat, dan rumput serta tumbuhan yang dapat dimakan oleh ternak. Kedua manfaat secara  tidak langsung. Misalnya kontrol banjir, kesuburan tanah, penyerap karbon atau regulasi iklim, air minum, rekreasi, dan wisata alam. Ketiga, perhitungan juga dilakukan untuk manfaat masa depan, yaitu sebagai sumber obat, sumber daya genetik, wawasan biologi, dan suplai air. Dan keempat, manfaat kehidupan, misalnya perlindungan keanekaragaman hayati, memelihara budaya penduduk lokal, melanjutkan proses evolusi, serta ekologi.***



Tulis KomentarIndex
Berita TerkaitIndex