Penolakan UU TNI Baru oleh KAMMI Riau: Ancaman terhadap Demokrasi dan Supremasi Sipil

Pekanbaru, Catatanriau.com - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Riau, sebagai bagian dari generasi reformasi yang lahir pada tahun 1998, memiliki komitmen kuat dalam memperjuangkan demokrasi di Indonesia. Reformasi 1998 telah membuka jalan bagi pemerintahan yang lebih transparan dan berbasis pada prinsip demokrasi. Oleh karena itu, KAMMI Riau merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mempertahankan capaian reformasi tersebut, terutama dalam menghadapi ancaman yang muncul dengan disahkannya UU TNI yang baru.
KAMMI Riau menilai bahwa UU TNI yang baru berpotensi melemahkan demokrasi dan supremasi sipil. Penguatan peran militer dalam kehidupan politik dan sosial berisiko membawa Indonesia mundur ke masa kelam, di mana dominasi militer membatasi ruang demokrasi dan hak-hak sipil. Sejarah telah membuktikan bahwa keterlibatan militer dalam pemerintahan dapat menghambat kebebasan sipil dan membungkam suara rakyat.
Ketua KAMMI Riau, Febriansyah, menegaskan bahwa UU ini bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah diperjuangkan sejak 1998.
“UU TNI yang baru ini bukan sekadar perubahan regulasi, tetapi ancaman nyata bagi demokrasi kita. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi pintu masuk bagi kembalinya militerisme dalam pemerintahan sipil,” tegasnya.
Beberapa Poin Penolakan UU TNI Baru oleh KAMMI Riau
1. *Mengancam Demokrasi dengan Meningkatkan Peran TNI dalam Politik*
UU TNI yang baru memberikan ruang yang lebih besar bagi TNI untuk berperan dalam urusan politik dan pemerintahan. Dalam pasal-pasal tertentu, UU ini memungkinkan TNI terlibat lebih dalam dalam pengambilan keputusan politik, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mengutamakan pemerintahan sipil.
2. *Mengurangi Supremasi Sipil dan Kontrol Masyarakat*
Salah satu pilar penting demokrasi adalah supremasi sipil, di mana pemerintahan harus dipimpin oleh pejabat sipil yang dipilih melalui mekanisme demokratis, bukan oleh militer. UU TNI yang baru memberikan kemungkinan untuk memperbesar peran TNI dalam struktur pemerintahan, yang mengancam kontrol masyarakat terhadap pengambilan keputusan politik dan sosial.
3. *Ancaman terhadap Kebebasan Sipil dan Hak Asasi Manusia*
Dengan melibatkan TNI lebih dalam dalam pengelolaan urusan sipil, UU TNI yang baru berpotensi menekan kebebasan sipil dan hak asasi manusia, yang menjadi hak dasar setiap warga negara. Dalam konteks Riau, yang memiliki keragaman etnis, agama, dan budaya yang tinggi, peningkatan peran militer bisa memperburuk ketegangan sosial dan mengancam hak kebebasan warga negara.
Penolakan terhadap UU TNI yang baru ini merupakan bagian dari perjuangan KAMMI Riau untuk menjaga demokrasi tetap berada di jalurnya. Jika tidak ada langkah konkret untuk menolak atau merevisi undang-undang ini, bukan tidak mungkin demokrasi Indonesia akan mengalami kemunduran.
Maka dari itu, KAMMI Riau menyatakan sikap:
1. Mendesak presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU TNI
2. Mendesak DPR RI meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia atas pengesahan UU TNI ini.
“Kami mengingatkan bahwa presiden harus memastikan keberpihakannya kepada rakyat, dan DPR RI harus menyadari bahwa mereka dipilih oleh rakyat melalui mekanisme demokratis”, tutup Febriyan.***
Laporan : Dwiki