Pilkada dan Korupsi

Ahad, 08 Juli 2018 - 09:47:40 WIB
Share Tweet Google +


Sebagai sebuah lembaga yang di percaya oleh public dalam memberantas korupsi diindonesia keberadaan  KPK (komisi pemberantasan korupsi) tentulah menjadi angin segar dalam penegakan hukum di negeri ini. Dengan senjata utamanya OTT ( Operasi Tangkap Tangan) sudah banyak para koruptor yang terjaring dan dijebloskan kejeruji besi. Tentunya keberadaan lembaga ini membuat risih  para politikus busuk serta ditakuti pula oleh mafia politik. mereka menganggap KPK sebagai batu sandungan untuk  mereka memperkaya diri dan kroni-kroninya.


Dalam kurun waktu 6 bulan ini saja mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2017, Indonesia Corupption Watch (ICW) mencatat ada 226 kasus korupsi. Kasus dengan jumlah tersangka 587 orang itu merugikan negara Rp 1,83 triliun dan nilai suap Rp 118,1 miliar.hal ini  terus saja berlanjut pada periode 2018 yakni Sebanyak sepuluh kepala daerah menyandang status tersangka korupsi di KPK pada 2018.

Beberapa di antaranya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Terakhir di duga gubernur aceh Irwansi Yusuf juga ikut diciduk oleh lembaga anti rasuah tersebut.
Dengan digelarnya pilkada serentak diindonesia pada tahun 2018 ini yang mana diikuti oleh 171 kepala daerah seindonesia biasanya sangat rentan dengan money politik dan issu suap. Bagaimana tidak, tingginya ongkos pilkada yang mesti di tanggung oleh masing-masing calon kepala daerah membuat mereka dan tim suksenya  harus putar otak untuk mencari dana pemilu yang mana mereka juga mesti berkunjung kepelosok-pelosok daerah bertemu masyarakat dan berkampanye serta belum lagi dana untuk mengundang artis –artis ibukota yang menghibur masyarakat yang kesemuanya itu memerlukan ongkos yang tidak sedikit. Tujuan mereka tentu saja satu yakni   memenangi pilkada dan setelah menang bagaimana cara untuk mengembalikan ongkos politik yang telah dikeluarkan tersebut. Dan inilah yang biasanya  sebagian menggunakan cara –cara tak lazim dengan menyelwengkan anggaran negara, markup anggaran serta jual beli kebijakan.


Selama catatan pilkada 2018 ini saja  ratusan laporan yang masuk ke KPU terkait dengan adanya dugaan money politik dan bagi bagi sembako yang diduga dilakukan oleh pasangan calon yang digerakkan oleh sang incumben di pulau sumatera. Selain issu bagi-bagi uang, suhu perpolitikan juga makin memanas dengan adanya oknum penegak hukum, kepolisian dan juga TNI yang di duga bermain mata dengan salah satu pasangan calon  yang bertanding di daerah. Ketidaknetralan ini tentu saja sangat di sayangkan banyak pihak dan ikut mencederai demokrasi itu sendiri. Biasanya dukungan itu bisa berupa penempatan orang-orang yang pro dengan salah satu parpol pengusung dan melakukan intimidasi hukum terhadap cakada yang lain, hal ini semata-mata untuk membelokkan suara rakyat ke kubu mereka.


Jika cara-cara tidak terpuji ini terus di biarkan dan sengaja di gerakkan secara massif maka jangan harap negara ini akan lahir sosok pemimpin yang amanah dan jujur. Sebab tidaklah mudah untuk mencari figur pemimpin yang benar-benar amanah dalam menjalankan tugas, yang ada hanyalah mereka –mereka yang bermulut manis, berkedok jujur,menjual ayat-ayat Tuhan untk mencapai hajat dan kepentingan kelompoknya.


Hal ini juga sempat di cemaskan oleh mantan presiden ke enam republik Indonesia, SBY yang menghimbau dan menyeru agar aparat negara benar-benar netral dalam pilkada kali ini, sebab aroma keterlibatan beberapa oknum lembaga negara tersebut begitu terasa dan tercium oleh publik, bahkan banyak pula bukti yang di temukan di daerah yang sedang melangsungkan pesta demokrasi tersebut. Yang dibutuhkan oleh rakyat dalam pemilihan kepala daerah kali ini adalah lahirnya sosok pemimpin yang jujur, adil, amanah dan mencintai rakyatnya, sebab rakyat sudah lelah dengan actor-kator politik yang sibuk pencitraan dan obral janji.


Hasil pilkada kali ini tentu saja ikut mengubah konstelasi perpolitikan nasional. Partai yang semula di gadang-gadang tetap menjadi pemenang mayoritas justru keok ditengah jalan  dan paslon yang di dukung pun mulai bertumbangan di berbagai daerah. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa rakyat sudah mulai cerdas dan mampu menilai mana paslon yang benar-benar amanah dan mana yang pura-pura amanah. Dan issu agama juga ikut menjadi komoditas politik yang bernilai jual tinggi, dan tentu saja peran para muballigh dan ustad secara nyata ikut mencerdaskan umat dan menunjukkan kriteria calon pemimpin yang baik ikut pula mempengaruhi persepsi publik terhadap calon pemimpin mereka.


Kita berharap para  penegak hukum untuk lebih sigap bergerak dalam menuntaskan kasus hukum yang kini banyak membelit para calon kepala daerah yang ikut bertarung dipilkada kali ini, sebab ada sebagian pasangan calon yang di duga ikut menikmati hasil korupsi malah menjadi pemenang pilkada. Padahal kalau  mau jujur masih banyak calon pemimpin yang lahir dari rakyat, besar bersama rakyat dan ikut pula merasakan penderitaan rakyat yang seharusnya mendapat ruang di masyarakat. Karena yang menjadi penentu calon kada yang di usung ialah melalui selekasi parpol itu sendiri. Jika semua lembaga semisal KPK, KPU dan Partai Politik bersinergi mengawal jalannya pilkada dan pemilu tanpa adanya tendensi politik maka saya yakin di Indonesia akan lahir para pemimpin yang baik dan berintegritas.

 

Penulis : Muhammad Rafi, S,Sos
Pengajar di Lembaga IEC Siak 
085376555227



Tulis KomentarIndex
Berita TerkaitIndex